top of page

The prodigal father Lukas 15:11-32

  • Writer: Fendy Simatauw
    Fendy Simatauw
  • Nov 26, 2021
  • 11 min read

Updated: Dec 7, 2021

Beberapa minggu lagi kita akan memasuki musim yang baru, kita diingatkan tentang apa itu Natal. Natal tentang “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yg tunggal, supaya setiap orang yg percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yg kekal


Bapa memberikan Putra tunggal-Nya kepada umat manusia, sebagai tebusan dosa, dan untuk mendirikan gereja, sebuah kerajaan baru yang akan menyelamatkan umat manusia dari kesibukannya dengan diri sendiri.


Natal keajaiban yg mengejutkan di mana Tuhan mengenakan diri-Nya dalam daging (inkarnasi Kristus), masuk dan merasakan penderitaan dan rasa sakit, dan mengorbankan diri-Nya.


Natal tentang "hidup untuk memberi", pesan ini bukan hanya fokus pada pengorbanan Putra-Nya tapi juga bagaimana respons kita akan kasih Tuhan.


Lukas 15, Kisah ini akrab bagi sebagian besar dari kita, ini adalah salah satu cerita yang terbesar dalam PB untuk menggambarkan kasih Bapa. Kisah ini juga memberikan kita gambaran MENGAPA Yesus datang ke dunia.


Hilang / Prodigal


Sinonim untuk kata “HILANG”: Berlebihan, boros, tidak bersahaja, atau pemboros.


Kami lebih menyoroti kata: pemborosan -- "orang yang menyia-nyiakan".

Sebenarnya, kata boros dapat menggambarkan perilaku boros apakah itu ditujukan kepada diri sendiri (seperti pada anak bungsu yang menyia-nyiakan warisannya) atau kepada ayah, yang boros dalam memaafkan dan menerima anak bungsunya ketika ia kembali ke rumah. Jadi kita diminta untuk bertanya siapa yg hilang dalam cerita ini? Saya menggajak kita untuk membuka hati kita kepada Bapa yang Hilang yang sangat mengasihi kita!


Tradisi telah menetapkan istilah anak yang hilang untuk anak bungsu. Itu karena kami sangat berorientasi "tentang aku". Kita dapat terhubung dengan tindakan putra bungsu, karena tindakannya mewakili hidup kita. Tetapi cerita memberitahu kita sesuatu yang lain. Dikatakan pemboros adalah Tuhan, yang menyia-nyiakan semua yang Dia miliki untuk kita.


Putra bungsu datang kepada Bapanya dan meminta warisannya. Nah, itu mungkin bukan hal yang buruk, dengan mengatakan, "Saya ingin bagian saya sekarang karena saya ingin keluar dan memulai hidup sendiri." Tapi bukan itu yang dia katakan.


Kata yg bungsu kepada ayahnya: ay. 12, “Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yg menjadi hakku”.Dalam budaya Yahudi, ini merupakan penolakan radikal terhadap bapa. Intinya, dia berharap Bapanya mati. "Aku tidak sabar menunggumu mati." Itu tidak berperasaan, kejam & tidak tahu berterima kasih, tetapi secara hukum dia bisa membuat permintaan seperti itu.


Tetapi dosa lebih dari sekadar melanggar aturan & hukum. Itu adalah putusnya suatu hubungan. Anak ini tidak melanggar aturan sebanyak dia menghancurkan hati ayahnya.


Coba kita masuk lebih dalam dari cerita ini.

Apakah kita melihat kata properti atau kekayaan di sana? Itu muncul tiga kali dalam ayat 12-13, Kata yg bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik (Gr. OUSIA, Property) kita yg menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan (Gr. BIOS, Life) itu di antara mereka.

13 Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yg jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya (Gr. OUSIA, Property) itu dengan hidup berfoya-foya.


Kemudia muncul lagi di ayat 30, “Tetapi baru saja datang anak bapa yg telah memboroskan harta kekayaan (Gr. BIOS, Life) bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia” à Anak sulung memberitahu ayahnya bagaimana adiknya melahap hartamu.


Secara harfiah berarti “properti”, Yesus menggunakan kata-kata dengan makna yg lebih besar.


Pada ayat 12, .. harta milik (Gr. OUSIA) & harta kekayaan (Gr. BIOS)


Harta Milik (Gr. OUSIA), yang sudah merupakan kata filosofis yang digunakan untuk berbicara tentang hakikat atau Wujud seseorang.


Si bungsu pada dasarnya berkata kepada ayahnya: "Beri aku bagian dari Wujudmu yang akan menjadi milikku."


Harta Kekayaan (Gr. BIOS) à "kehidupan", seharusnya berbunyi: "Jadi ayah membagi hidupnya di antara mereka." Putra bungsu meminta bukan hanya "barang" tetapi juga hidup bapanya, sang bapa merobek dirinya menjadi dua & memberinya setengahnya.


Dapatkah Anda memahami rasa sakit orang tua yang anaknya datang kepadanya dan pada dasarnya berkata, "Saya berharap bapa mati" sehingga saya dapat menjalani hidup saya dengan cara saya?


Namun itulah tepatnya yang telah kita lakukan terhadap Tuhan.


1. Kami menolak Dia dan berkata, “tinggalkan kami sendiri dan biarkan kami menjalani hidup seperti yang kami inginkan”.


2. Kami ingin menjadi tuan atas hidup kami. Putra bungsu ingin menjadi seperti ayahnya, tetapi dengan caranya sendiri. Dia percaya bahwa pemuasan diri akan membuatnya bahagia dan apa membiarkannya pergi.

Bapa tahu bahwa cinta hanya memiliki apa yang dilepaskannya.

Bapa terlalu mencintai putranya untuk menahannya.

Kita bisa merasakan sakitnya seorang bapa saat dia melepaskannya. Setiap orang tua dapat berhubungan dengan pernyataan tersebut. 'Sulit untuk melihat anak-anak kita berjuang, apalagi mereka keluar dengan cara mereka.


Apakah putranya tahu bahwa dia menghancurkan hati ayahnya?

1. Berhati-hatilah dalam menjawab pertanyaan itu karena itu menyiratkan pertanyaan yang lebih dalam.

2. Tahukah kita kapan kita menghancurkan hati Bapa Surgawi?

Kita melakukannya setiap kali kita menolak kepemimpinan, tuntunan, bimbingannya & meninggalkan kebaikan-Nya sebagai sumber kehidupan.


Beberapa dari kita telah mengemasi bagian warisan kita & telah meninggalkan Bapa seolah-olah tidak akan pernah kembali. Pada ayat 13, Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yg jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dgn hidup berfoya-foya. Putranya pergi ke "Negeri yg jauh" yg merupakan wilayah pemberontakan.


Ini adalah tindakan keberangkatan yang disengaja. Putra bungsu meninggalkan status anak yang bergantung padanya. Sebagian besar dari kita mengalami kondisi serupa. Berawal dari hal-hal kecil. Kemudian rencana kita, uang kita, hubungan terdalam kita, akhirnya hati kita à Kita terhilang. Salah satu kekurangan kita adalah terlalu sombong untuk mengakuinya kepada orang lain atau bahkan diri kita sendiri. Doa menjadi sulit atau hampir tidak ada sama sekali. Bimbingan Tuhan bagi hidup kita tampaknya tidak relevan. TUHAN sepertinya terlalu jauh.


Anak yang hilang terlalu sering ditafsirkan bagi mereka yang telah melakukan hal-hal mengerikan seperti narkoba, kejahatan atau kegagalan moral.

1. Tetapi kenyataannya adalah kebanyakan dari kita bukanlah pemboros tetapi pengembara.

2. Kita menyimpang dari potensi kita ketika kita membuat pilihan untuk melakukannya dengan cara kita.


negeri yg jauh mengambil semua yang kita berikan, dan pertanyaan yang kita ajukan bukanlah apa yang harus dilakukan ketika uangnya habis, tetapi “Apa yang bisa kita peras ke dalam hidup dan dapatkan sebelum pengurus jenazah tiba?”


Harta putra bungsu habis. Kelaparan mendorongnya untuk menjadi buruh harian, pada dasarnya seorang budak tanpa hak. Dia telah meninggalkan rumahnya karena dia ingin bebas menjadi dirinya sendiri, tetapi terikat dengan tuan barunya, dia menemukan kehidupan yg dangkal. Ayat 16 Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yg menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorangpun yg memberikannya kepadanya.


Beberapa situasi kita hari ini : Seberapa sering kita melihat seorang gadis muda, lelah dengan otoritas orang tua, meninggalkan rumah dengan menikah muda, dan berakhir dalam hubungan yang mengendalikan, menukar satu bentuk penguasaan dengan yang lain?


Kita lari dari otoritas yang sah hanya utk menjadi budak dari otoritas yg tidak sah.


Ay. 17 Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yg berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.


Putra bungsu datang ke dirinya sendiri, Ini berarti dia melihat dirinya apa adanya. Tidak mudah untuk melihat diri sendiri dengan jujur. Kita semua menolaknya selama kita bisa. Menghadapi kompleks rumitnya sikap, reaksi, pola pikir, & sifat kepribadian yang merupakan diri kita yg sebenarnya adalah sulit & menakutkan.

Untuk datang kepada diri kita sendiri adalah hadiah yang aneh di negeri yang jauh.

1. Kita melihat sifat merusak dari perilaku kita dan keegoisan dari tindakan kita.

2. Kami melihat kemandirian cara kami dan kami menyebutnya semua dengan nama yang tepat: DOSA.


Dan itu mengarah pada realisasi yang membebaskan…”Mengapa saya hidup seperti ini?”


Ay. 18 Aku akan bangkit & pergi kepada bapaku & berkata kepadanya:

Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga & terhadap bapa,


Perhatikan bahwa sang ayah tidak turun tangan untuk menyelamatkan putranya dari kenyataan di negeri yang jauh. Tidak ada penjaga untuk melunakkan pukulan yang dia rasakan. Sang ayah sangat mencintainya sehingga dia membiarkannya mengalami rasa malu dan menyadari dirinya sendiri. Itu adalah cinta yang hilang.


Terkadang saya mendengar orang bertanya mengapa Tuhan mengirimkan cobaan dan kesulitan?

TUHAN tidak harus melakukannya. Hidup ini sudah cukup banyak menawarkan & mengirimkan kita hal-hal yang sulit.

Kami berjuang melawan kesulitan, bertanya "mengapa, apa artinya ini?"

Tuhan menunggu sampai kita bertanya, “Apa artinya ini?” “Apa yang harus saya pelajari?”


Putra bungsu memulai perjalanan pulangnya yg panjang, menglafalkan berulang-ulang suara di hatinya yg akan dia sampaikan kepada ayahnya, berharap mendapatkan hak untuk masuk kembali ke rumah sebagai pelayan upahan. Disinilah kita perlu berterimakasih untuk musim-musim yang telah dilewati dan membuat Tuhan manunggu cukup lama untuk kami kembali dalam waktu-Nya.


Yang kita butuhkan sebagai manusia yang ketakutan adalah firman dari Bapa kita. Firman mengusir ketakutan dan menghilangkan kekhawatiran kita. Kita memiliki kata seperti itu di hadapan kita pagi ini ketika kita kembali/ pulang kepada Tuhan.


1 Yoh. 4:18, Di dalam kasih tidak ada ketakutan:

kasih yg sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman & barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih.


Bapa menunggu & mengawasi.


Ay. 20 Maka bangkitlah ia & pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.

Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul & mencium dia.


Bapa adalah satu-satunya yg tidak melakukan apa yg diharapkan. Mari kita lihat Bapa sejenak:


Bukannya menguliahi anak yg kembali atau menolak permohonannya secara langsung, sang ayah dgn sukacita menerima anak laki-laki itu tanpa mengomentari dosanya.

Faktanya, ketika putranya "…..Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul & mencium dia".


Sebelum ciuman cinta diberikan, putra bungsu ini sedang dalam perjalanan menuju ayahnya; tetapi dia tidak akan mencapainya kecuali ayahnya datang di bagian utama perjalanan. (Tindakan ayahnya ini mengugurkan semua suara hatinya)


Ketika kita memberi Tuhan 1 inchi, DIA akan memberimu 1 mil.

Jika kamu datang kepada-Nya, DIA telah menunggu di depanmu dgn berlari untuk menemuimu.

Saya tidak tahu bahwa anak yg hilang itu melihat ayahnya,

tetapi ayahnya melihatnya.


Mata belas kasihan lebih cepat daripada mata pertobatan.

Bahkan mata iman kita redup dibandingkan dengan mata kasih Tuhan. Dia melihat orang berdosa jauh sebelum orang berdosa melihat Dia.


Lambat langkah pertobatan, tapi cepat langkah pengampunan.


Bapa "melihat" putranya. Ada banyak hal dalam kata itu, "melihat."


Dia melihat siapa itu; melihat dari mana dia berasal;

melihat baju gembala babi;

melihat kotoran pada tangan dan kakinya;

melihat tatapan menyesalnya;

Bapa melihat apa yang telah dia putuskan dan hidup didalam keputusannya;


Tuhan memiliki cara untuk melihat pria & wanita yang Anda dan saya tidak dapat mengerti. Pikiran kita bukan pikiran Tuhan, jalan kita bukan jalan-Nya. Dia melihat melampaui yg kita lihat. Dia melihat semua masa lalu kita, sekarang dan masa depan.


Jika Ayahnya menendang, memukul putranya yang hilang, kita seharusnya tidak terlalu terkejut. Putra bungsu layak mendapatkannya.


Apa yg terjadi dengan kita yang melakukan kesalahan : Kemungkinan kita mendapatkan perlakuan kasar, egois dan tidak berperasaan. Ceritanya mungkin tertulis lain, bahwa "saat putra bungsu mendekat, ayahnya berlari ke arahnya, dan menendangnya." Ada ayah seperti itu di dunia, yang sepertinya tidak bisa memaafkan. Jika dia menendangnya, itu tidak lebih dari yang pantas dia dapatkan.


TETAPI tidak dengan ayah ini : Apa yang tertulis di dalam LUK 15 itu berlaku sepanjang masa, & untuk setiap orang berdosa,—"Dia merangkul & menciumnya"


Dalam budaya timur dekat, "…..Ayahnya itu berlari mendapatkan dia”. Berlari à jatuhnya martabat seorang ayah.

Sikap bapak ini dengan cara yg paling mengerikan menggambarkan bahwa kasih karunia Tuhan tidak berjalan seperti yang kita pikirkan seharusnya. Yang Tuhan inginkan hanyalah kita pulang & menerima pengampunan.


Kita semua "meninggalkan rumah" dalam beberapa hal.

1. Setiap kali kita berpaling dari Tuhan untuk memenuhi kebutuhan terdalam kita, kita telah menyimpang dari "rumah".

2. Kita meninggalkan rumah ketika materialisme menjadi Tuhan kita.


Dalam kisah ini tampaknya begitu anak laki-laki meninggalkan rumah dan pergi ke negeri yang jauh, ayahnya hilang dari gambaran.


Sepertinya ayahnya hanya tinggal di rumah & khawatir.

Ketika kita berpaling dari Tuhan, seolah-olah Dia jauh dari kita; begitulah perasaan kita. (sudut pandang sang putra)


Sudut pandang Tuhan, Dia tidak pernah meninggalkan kita. Dan tidak ada ganti rugi, tidak ada penghasilan dari cinta ayah ini.


Dalam perenungan saya, ketika putra bungsu mengungkapkan hati dan pikirannya ayahnya tidak membiarkannya selesai. Dia tidak akan berpaling oleh kata-kata, dia tidak membutuhkan pidato/ucapan kita. Bapa kita di surga sedang menunggumu dan kita kembali ke rumah. Untuk berpaling kepada-Nya.


Ay. 22 Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya:

Lekaslah bawa ke mari jubah yg terbaik, pakaikanlah itu kepadanya & kenakanlah cincin pada jarinya & sepatu pada kakinya.


“…kenakanlah cincin pada jarinya…” – simbol ikatan yang tidak dapat dipatahkan oleh kegagalan. Itu adalah cara ayah untuk mengatakan, “Kamu telah dan akan selalu menjadi putraku dan penerima cintaku.


Ay.3 Dan ambillah anak lembu tambun itu,

sembelihlah dia & marilah kita makan & bersukacita.


Pernahkah kita merasa seperti anak yang hilang? kita benar-benar "mengacaukan" sesuatu di rumah atau di tempat kerja. Saat Anda kembali ke rumah, Anda melatih apa yang akan Anda katakan, seperti yang dilakukan pemuda itu dalam perumpamaan. Mungkin Anda sedang mencari alasan. Perhatikan bahwa anak yang hilang tidak membuat alasan untuk dirinya sendiri. Konsekuensi dari perilaku bodohnya telah membuatnya berlutut dan dia siap untuk bertobat. Mengakui dosa memang tidak mudah. Kita cenderung mengecilkan apa yg kita lakukan, kita merasa malu, malu.


Mungkin kita seperti anak sulung, yang tidak pernah merantau dari rumah…


Ay. 29, Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa & belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku.


Putra sulung dan bungsu sama-sama tidak luar biasa. Putra sulung berkata, " tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku." à Bapa tidak adil.


Sekali lagi, ini menyoroti sang ayah, satu-satunya karakter dalam cerita yang tidak bertindak seperti yang diharapkan “BAPA TIDAK ADIL/ "Dad, it’s not fair."



Akankah kita mempertahankan teriakan "Tidak Adil!" saat kita melihat kasih & anugerah Tuhan dicurahkan kepada mereka yg tidak layak (putra bungsu)?

Atau akankah kita menyadari bahwa tidak seorang pun, termasuk diri kita sendiri, yg layak mendapatkan kasih karunia Tuhan?

Atau apakah Putra sulung kesal karena saudaranya harus memiliki cinta ayahnya; tetapi juga kesal karena dia tetap tinggal, patuh, dan tidak melakukan apa yang saudaranya lakukan, dan sekarang agak cemburu karena dia benar-benar “ingin” melakukan apa yang telah dilakukan saudaranya. "Cinta melihat melalui teleskop, sedangkan cemburu, melihat melalui mikroskop." Josh Billings


Putra sulung tidak hidup dalam dosa, dalam tindakannya,

tetapi jelas melalui kebencian yg dia miliki di dalam hatinya.


Dan dia tidak melakukannya karena dia tidak ingin kehilangan kasih sayang & cinta ayahnya? Namun putra bungsu melakukan hal-hal ini & masih memiliki kasih ayah?

1. Keadilan apa yang ada di dalamnya? Apa ini yang dinamakan keadilan.

2. Bahwa seseorang dapat hidup dengan benar & orang lain hidup dalam pemberontakan; namun di ranjang kematiannya dia bertobat dan mendapatkan pahala yang sama seperti saya?

3. Sekarang dalam sikap anak sulung ini kita melihat suatu pencobaan yang sangat mungkin menimpa orang-orang Kristen di zaman sekarang.


Sebagai pengajar saya mengingatkan diri saya bahwa kita bisa menjadi sangat merasa benar dan mementingkan diri sendiri. Tragisnya, kita mengambil peran hakim dalam memutuskan layak & tidaknya seseorang mendapatkan kasih Tuhan.

Luk. 15:10, Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yg bertobat."


Anak sulung memiliki banyak teman di banyak gereja, komunitas tetapi tidak membawa dia kepada KASIH yang sesungguhnya.


Ay. 29, Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa & belum pernah aku melanggar perintah bapa,….. à Pilihan kata-katanya memberi tahu kita bagaimana dia memandang hubungannya sendiri dengan ayahnya – tidak lain adalah seorang budak; bekerja, bukan karena cinta, tetapi karena kewajiban; merasa seperti budak; tidak dapat hidup dalam hubungan sebagai anak. Dia bahkan tidak akan mengakui saudaranya sebagai saudara.


Ay. 30, Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dgn pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.


Putra sulung menyebut putra bungsu dengan sebutan “ANAK BAPA” bukan saudaranya. Dengan melakukan itu, dia juga ingin keluar dari hubungannya dengan ayahnya. Dia ingin berdiri sendiri & mendefinisikan siapa dia selain hubungannya dengan Ayahnya, seperti halnya anak bungsu ingin mendefinisikan siapa dirinya dengan meminta untuk menjadi pelayan ayah.


“…Telah bertahun-tahun aku melayani bapa & belum pernah aku melanggar perintah bapa,..” à Bapa tidak pernah memberi saya pesta.


Ay. 28 Maka marahlah anak sulung itu & ia tidak mau masuk.

Lalu ayahnya keluar & berbicara dgn dia.


Bapa berkata, “Ayo masuk/ come on in, putra sulung. Perhatikan bagaimana Bapa masih menggunakan bahasa hubungan – “saudaramu/your brother””) sama saja sudah mati bagiku, dan sekarang dia kembali ke rumah. Ayo masuk. Ayo berpesta/ Come on in. Let’s party.”


SEKARANG "Putra mana yg benar-benar hilang/ Which son was truly lost?"


Kita yang mana? Musim Natal sudah tiba, kita diingatkan akan pemberian Tuhan namun beberapa dari kita terkesan seperti mati rasa? Kita dulu pemboros & terhilang dari karunia besar Tuhan.

Tidakkah kamu akan kembali padanya hari ini sebelum kamu menjadi budak orang lain?

Untuk menjadi Anak Tuhan, kita hanya perlu mengakui dosa & meminta Yesus untuk mengampuni dosamu, percaya kepada-Nya. Lakukanlah dengan iman hidupmu akan terbalik. Dia sedang menunggu & berlari ke arah Anda.

Yes. 43:25, Aku, Akulah Dia yg menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, & Aku tidak mengingat-ingat dosamu.


MENJADI PEMIMPIN JANGAN TUNDUK PADA SELERA PASAR (MILIKILAH INTEGRITAS)

 
 
 

Comments


© 2016 Fendy Simatauw. Proudly created with Wix.com

bottom of page